Kamis, 14 Mei 2020
TANTANGAN GURU DI MASA PANDEMI
PUTU LIANITA RAHAYU, S.Pd.
SMK NEGERI 1 GEROKGAK, BULELENG, BALI
“Ketika aktivitas dibatasi, hingga jarak pun harus dijaga,
demi keselataman diri dan orang sekitar”. (Putu
Lianita Rahayu).
Masih ingat kah apa arti ‘bebas’ itu?
Tentu ‘bebas’ tapi masih sesuai aturan dan masih pada ranah baku. Mengapa
menyebut kata ‘bebas’? Karena, Maret 2019, segala kegiatan yang biasanya
dilakukan tanpa jarak, tanpa tertutup, kini harus dibatasi. Kegiatan
perkantoran, perdagangan, beribadah, pendidikan, bahkan pariwisata terkena
dampak wabah ini. Yah, Covid-19, wabah yang pertama kali terdeteksi pertama kali di
Kota Wuhan, China pada akhir 2019 kini telah menyebar ke seluruh dunia.
Penyakit ini menyebabkan banyak kasus yang terpapar hingga berujung kematian.
Pemerintah Indonesia telah mengambil sejumlah kebijakan
untuk memutus rantai penularan Covid-19. Hal ini dikarenakan, penularan wabah
melalui tetesan pernapasan yang menyebar melalui udara saat seseorang yang
terdampak batuk, bersin, atau berbicara. Nah, penularan virus ini dikhawatirkan
bisa menular apabila virus jatuh ke permukaan benda atau makanan.
Pembatasan kegiatan dan himbauan jaga jarak marak
dilakukan. Hingga, seluruh sekolah di Indonesia ditutup, tanpa terkecuali. Kegiatan
pembelajaran yang biasanya dilakukan di lingkungan sekolah, kini harus
dilakukan di rumah. Guru dan siswa ‘dipaksa’ bertatap muka secara daring,
membeli kuota untuk belajar, guru juga menguras otak dengan cara apa agar siswa
mudah belajar. Guru dihimbau untuk menghantarkan materi hingga sampai ke siswa
entah bagaimanapun caranya. Hingga, dalam waktu 24 jam guru diminta untuk
menggunakan aplikasi yang hanya sebagian kecil guru yang mengerti. Siswa harus
menyelesaikan pelajaran yang dijelaskan oleh guru. Ironisnya, hanya segelintir
siswa yang mampu, hanya sedikit siswa yang mau belajar, selebihnya, banyak
siswa yang beralasan tidak punya kuota, gawai yang dipakai masih jadul, dan
banyak alasan lain.
Pemerintah Indonesia terus menghimbau dan menghimbau
pendidik di segala penjuru, untuk tetap menjalankan tupoksi guru dalam
mencerdaskan kehidupan bangsa sesuai dengan amanah yang tertera di Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945. Tapi, jika saja himbauan tersebut dibarengi dengan
kesejahteraan atau sumbang sih negara terhadap tenaga pendidik, niscaya
kegiatan belajar mengajar tetap berlangsung walau tidak 100%. Karena, guru juga
manusia biasa yang memiliki kekurangan dan tentunya orang tua siswa banyak
mengeluhkan kapan anak mereka kembali beraktifitas seperti sedia kala.